Sunday, March 4, 2018

Pra-rancangan Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik Pasar Klandasan Kota Balikpapan | BAB II (Lanjutan 2)

2.4.    Karakter Air Limbah
Seperti yang disebutkan oleh Siregar (2005) karakter air limbah meliputi sifat-sifat fisika, kimia dan biologi. Dengan mengetahui jenis polutan yang terdapat dalam air limbah, dapat ditentukan unit proses yang dibutuhkan. Adapun ringkasan jenis polutan dan jenis proses yang dibutuhkan ditunjukkan dalam tabel berikut :



2.4.1.    Keasaman Air
Kordi dan Tancung (2007) mengatakan derajat keasaman lebih dikenal dengan istilah pH. pH (singkatan dari puissance negative de H), yaitu logaritma dari kepekaan ion-ion H (hidrogen) yang terlepas dalam suatu cairan. Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (dalam mol per liter) pada suhu tertentu atau dapat ditulis :

pH = - log (H)+

Nilai pH pada banyak perairan alami berkisar antara 4 sampai 9. Walaupun demikian, pada daerah hutan mangrove, pH dapat mencapai nilai yang sangat rendah karena kandungan asam sulfat pada tanah dasar tersebut tinggi. Karena nilai pH didefinisikan sebagai logaritma negatif konsentrasi ion H+, maka yang harus diperhitungkan dalam menentukan rata-rata nilai pH rendah bersamaan dengan rendahnya kandungan mineral yang ada dan sebaliknya. Dimana mineral tersebut digunakan sebagai nutrien di dalam siklus produksi perairan dan pada umumnya perairan yang alkali adalah lebih produktif daripada perairan yang asam.

Ginting (2007) berargumen, keasaman air diukur dengan pH meter. Keasaman ditetapkan berdasarkan tinggi rendahnya konsentrasi ion hidrogen dalam air. Air buangan yang mempunyai pH tinggi atau rendah menjadikan air steril dan sebagai akibatnya membunuh mikroorganisme air yang diperlukan untuk keperluan biota tertentu. Demikian juga makhluk-makhluk lain tidak dapat hidup seperti ikan. Air yang mempunyai pH rendah membuat air menjadi korosif terhadap bahan-bahan konstruksi besi yang kontak dengan air. Limbah air dengan keasaman tinggi bersumber dari buangan yang mengandung asam seperti pembilas pada pabrik pembuatan kawat atau seng. Air limbah pabrik ini sebelum dibuang ke perairan pada umumnya dinetralisasi dahulu. Buangan air bersifat alkalis (biasa) bersumber dari buangan mengandung bahan-bahan organik seperti senyawa karbonat, bikarbonat dan hidroksida. Demikian juga buangan asam ini berasal dari bahan-bahan kimia yang bersifat asam atau ada kalanya pada air yang bersifat alami.

2.4.2.    Total Suspended Solid (TSS)
Menurut Ginting (2007), dalam limbah ditemukan zat padat yang secara umum diklasifikasikan kedalam dua golongan besar, yaitu padatan terlarut dan padatan tersuspensi. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel koloid dan partikel biasa. Jenis partikel dapat dibedakan berdasarkan diameternya. Jenis padatan terlarut maupun tersuspensi dapat bersifat organis maupun sifat inorganis tergantung dari mana sumber limbah. Zat padat tersuspensi yang mengandung zat-zat organik pada umumnya terdiri dari protein, gangguan dan bakteri.

Fardiaz (1992) menyebutkan padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil daripada sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme dan sebagainya. Sebagai contoh, air permukaan mengandung tanah liat dalam bentuk suspensi yang dapat tahan sampai berbulan-bulan, kecuali jika keseimbangannya terganggu oleh zat-zat lain sehingga mengakibatkan terjadi penggumpalan, kemudian diikuti dengan pengendapan. Selain mengandung padatan tersuspensi, air buangan juga sering mengandung bahan-bahan yang bersifat koloid, misalnya protein.

Air buangan industri mengandung jumlah padatan tersuspensi dalam jumlah yang sangat bervariasi tergantung dari jenis industrinya. Air buangan dari industri-industri makanan, terutama industri fermentasi dan industri tekstil sering mengandung padatan tersuspensi dalam jumlah relatif tinggi. Jumlah padatan tersuspensi di dalam air dapat diukur menggunakan alat turbidimeter. Seperti halnya padatan terendap, padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar / cahaya ke dalam air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis.

2.4.3.    Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Menurut Effendi (2003), secara tidak langsung, BOD merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Dengan kata lain, BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi mikroba aerob yang terdapat dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu sekitar 20° C selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya.

BOD hanya menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologis (biodegradable). Bahan organik ini dapat berupa lemak, protein, kanji (starch), glukosa, aldehida, ester dan sebagainya. Dekomposisi selulosa secara biologis berlangsung relatif lambat. Bahan organik merupakan hasil pembusukan tumbuhan dan hewan yang telah mati atau hasil buangan dari limbah domestik dan industri.

Pada penentuan nilai BOD, selama waktu lima hari diperkirakan oksidasi bahan organik sederhana, misalnya glukosa, berlangsung sempurna. Akan tetapi, bahan organik yang terkandung dalam limbah domestik teroksidasi sekitar 65% dan bahan organik kompleks teroksidasi hanya sekitar 45%.
Selama proses inkubasi pada penentuan BOD, sama sekali tidak ada pasokan oksigen, baik dari proses difusi maupun dari fotosintesis karena botol BOD ditutupi dengan plastik berwarna hitam dan disimpan pada inkubator  dengan suhu konstan 20° C tanpa pemberian cahaya.

Ginting (2007) menyebutkan pemeriksaan BOD dalam limbah didasarkan atas reaksi oksidasi zat-zat organis dengan oksigen dalam air dimana proses tersebut dapat berlangsung karena ada sejumlah bakteri. Diperhitungkan selama dua hari reaksi lebih dari sebagian reaksi telah tercapai. BOD adalah kebutuhan oksigen bagi sejumlah bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) semua zat-zat organik yang terlarut maupun sebagai tersuspensi dalam air menjadi bahan organik yang lebih sederhana. Nilai ini hanya merupakan jumlah bahan organik yang dikonsumsi bakteri. Penguraian zat-zat organis ini terjadi secara alami. Aktifnya bakteri-bakteri menguraikan bahan-bahan organik bersamaan dengannya habis pula terkonsumsi oksigen.

2.4.4.    Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak yang mencemari air sering dimasukkan ke dalam kelompok padatan, yaitu padatan yang mengapung di atas permukaan air. Minyak yang terdapat di dalam air dapat berasal dari berbagai sumber, diantaranya karena pembersihan dan pencucian kapal di laut, adanya pengeboran minyak di dekat laut atau tengah laut, terjadinya kebocoran kapal pengangkut minyak dan sumber-sumber lainnya misalnya dari buangan pabrik.

Minyak tidak larut dalam air, oleh karena itu jika air tercemar oleh minyak maka minyak tersebut akan tetap mengapung kecuali jika terdampar ke pantai atau tanah di sekeliling sungai. Tetapi ternyata tidak demikian halnya. Semua jenis minyak mengandung senyawa-senyawa volatil yang segera dapat menguap. Ternyata selama beberapa hari sebanyak 25% dari volume minyak akan hilang karena menguap. Sisa minyak yang tidak menguap akan mengalami emulsifikasi yang mengakibatkan air dan minyak dapat bercampur (Fardiaz, 1992).

Ginting (2007) mengatakan bahwa kandungan lemak dan minyak yang terdapat dalam limbah bersumber dari industri yang mengolah bahan baku mengandung minyak bersumber dari proses klasifikasi dan proses perebusan. Pada pencucian kendaraan kendaraan bermotor dimana terdapat sisa minyak bersumber dari kebocoran-kebocoran mesin. Ketika kendaraan kini dicuci, minyak dan oli mesin terikut bersama air cucian. Pencucian kendaraan bermotor banyak bersebaran di kota-kota besar dan belum ada yang sungguh-sungguh mengendalikan limbahnya. Lemak dan minyak merupakan bahan organis bersifat tetap dan sukar diuraikan bakteri. Limbah ini membuat lapisan pada permukaan air sehingga membentuk selaput.

Karena berat jenisnya lebih kecil dari air maka minyak tersebut berbentuk lapisan tipis dipermukaan air dan menutup permukaan yang mengakibatkan terbatasnya oksigen masuk dalam air. Pada sebagian lain minyak ini membentuk lumpur dan mengendap dan sulit menguraikannya. Minyak, lemak dan oli dijumpai dalam bentuk larutan dengan struktur kimia yang berbeda-beda. Reaksi dengan kimia pada suhu tertentu akan terdekomposisi dengan karbon, oksigen dan hidrogen.

No comments:

Post a Comment