2.5. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Menurut Ginting (2007), limbah pada konsentrasi tertentu dengan melewati batas yang ditetapkan akan menimbulkan pencemaran atau lebih tepat disebutkan akan mempengaruhi kondisi lingkungan. Limbah yang hanya mempunyai karakteristik fisika maka teknologinya akan dipilih dengan proses fisika. Limbah yang memiliki karakteristik fisika dan biologi maka proses yang digunakan proses fisika dan biologi. Pada umumnya urutan proses dalam teknologi pengolahan limbah tediri dari proses penyaringan, pengendapan, netralisasi, aerasi, filtrasi dan penghancuran. Proses ini dapat dilakukan pada metode fisika, metode kimia maupun metode biologi. Jarang sekali proses ini berjalan secara sendiri-sendiri melainkan harus digabungkan satu dengan yang lain tergantung pada tujuan pemisahan bahan pencemar.
Setiadi (2008) menyebutkan, pengolahan air limbah terutama ditujukan untuk mengurangi kandungan bahan pencemar di dalam air, seperti senyawa organik, padatan tersuspensi, mikroba patogen dan senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang ada di alam. Proses pengolahan dilakukan sampai batas tertentu sehingga air limbah tidak mencemarkan lingkungan hidup.
Pengolahan air limbah dapat dibagi atas lima tahap pengolahan, yaitu :
• Pengolahan awal (pretreatment).
• Pengolahan tahap pertama (primary treatment).
• Pengolahan tahap kedua (secondary treatment).
• Pengolahan tahap ketiga (tertiary treatment).
• Pengolahan lumpur (sludge treatment).
Pengolahan awal dan tahap pertama melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dari aliran limbah. Pengolahan tahap kedua dirancang untuk menghilangkan zat-zat terlarut dari air limbah yang tidak dapat dihilangkan dengan proses fisik biasa. Tahap ketiga merupakan pengolahan yang dilakukan untuk menghilangkan kontaminan tertentu yang tidak dapat dihilangkan pada pengolahan tahap pertama dan kedua.
Pemilihan teknologi pengolahan air limbah tidak terlepas dari pemahaman masing-masing proses yang terlibat. Pertimbangan kelebihan serta kekurangan dari setiap proses sangat berguna untuk memilih proses yang paling tepat sehingga dihasilkan teknologi pengolahan limbah yang efisien, baik dalam biaya (investasi dan operasi) dan energi serta efektif dalam menghasilkan kualitas efluen yang sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan.
Langkah pertama dalam memilih proses yang tepat adalah mengkelompokkan karakteristik kontaminan dalam air limbah menggunakan indikator parameter. Kontaminan dalam air limbah dikarakteristikkan kemudian dapat digunakan untuk menentukan proses apa saja yang diperlukan dalam pengolahan air limbah. Pada tahap ini, pertimbangan secara detail sebaiknya dilakukan yaitu mempertimbangkan aspek teknis, ekonomi, keamanan, kehandalan dan kemudahan mengoperasikannya.
Setelah pertimbangan detail, perlu juga dilakukan studi kelayakan dan jika perlu percobaan skala laboratorium / pilot yang bertujuan :
• Memastikan bahwa teknologi yang telah dipilih terdiri dari proses-proses yang sesuai dengan karakteristik air limbah yang akan diolah.
• Mengembangkan dan mengumpulkan data yang diperlukan untuk menentukan efisiensi pengolahan yang diharapkan.
• Menyediakan informasi teknik dan ekonomi yang diperlukan untuk penerapan skala sebenarnya dari teknologi pengolahan air limbah yang dimaksud.
2.5.1. Bak Equalisasi
Menurut Siregar (2005), equalisasi laju alir digunakan untuk menangani variasi laju alir dan memperbaiki performance proses-proses selanjutnya. Di samping itu, equalisasi juga bermanfaat untuk mengurangi ukuran dan biaya proses-proses selanjutnya. Pada dasarnya, equalisasi dibuat untuk meredam fluktuasi air limbah sehingga dapat masuk ke dalam IPAL secara konstan.
Beberapa keuntungan yang diperoleh dari penggunaan equalisasi adalah sebagai berikut :
• Pada pengolahan biologi, perubahan beban secara mendadak dapat dihindari, senyawa-senyawa inhibit dapat lebih diencerkan dan pH dapat diatur supaya konstan.
• Performance sedimentasi kedua dapat diperbaiki karena beban padatan yang masuk kedalamnya dapat diatur supaya konstan.
• Pada filtrasi, kebutuhan surface area dapat dikurangi, performance filter dapat diperbaiki dan pencucian pada filter dapat lebih teratur.
• Pengaturan bahan-bahan kimia dapat lebih terkontrol dan prosesnya menjadi lebih masuk akal.
Lokasi equalisasi harus dipertimbangkan pada saat pembuatan diagram alir pengolahan limbah. Lokasi equalisasi yang optimal akan sangat bervariasi menurut tipe pengolahan limbah yang dilakukan, karakteristik sistem pengumpulan dan jenis air limbah.
Volume yang diperlukan untuk equalisasi ditentukan dengan membuat diagram hubungan antara laju alir kumulatif dan waktu (hari). Laju alir rata-rata diplotkan pada diagram yang sama. Untuk menetukan volume, ditarik garis yang paralel terhadap sumbu-sumbu koordinat. Volume yang diperlukan setara dengan jarak vertikal dari kedua garis lurus tersebut.
Dalam praktik, volume bak equalisasi harus dibuat lebih besar dari hasil penentuan secara teoritis. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :
• Pengoperasian alat-alat aerasi dan pengadukan secara kontinu dapat menyebabkan air meluap berlebihan.
• Adanya aliran-aliran recycle.
• Kemungkinan adanya perubahan aliran secara tiba-tiba.
Meskipun tidak ada patokan yang pasti, biasanya volume tambahan berkisar antara 10% - 20% dari volume teoritis.
2.5.2. Bak Flotasi
Masduqi dan Slamet (2002) menjelaskan bahwa flotasi adalah unit operasi yang dipergunakan untuk pemisahan partikel solid atau liquid dengan cara mengapungkan massa solid atau liquid tersebut. Flotasi merupakan unti operasi yang berkebalikan dengan sedimentasi atau dengan kata lain flotasi merupakan sedimentasi dengan kecepatan pengendapan negatif. Berdasarkan operasinya, flotasi dapat dikategorikan ke dalam dua macam, yaitu :
• Natural Flotation : flotasi yang terjadi karena densitas partikel (solid / liquid) lebih kecil daripada densitas liquid (air), sehingga dapat mengapung tanpa bantuan bahan lain. Flotasi alami ini biasanya dipergunakan untuk proses awal pemisahan minyak.
• Aided Flotation : flotasi dengan bantuan gelembung udara. Udara dalam bentuk gelembung diberikan ke dalam air sehingga terjadi penempelan pada partikel yang menyebabkan gaya buoyant meningkat sehingga partikel terangkat ke permukaan.
Menurut Siregar (2005), flotasi antara lain digunakan dalam proses pemisahan lemak dan minyak (oil and grease removal), pemisahan padatan pada pengolahan awal dan pengolahan lanjutan, pemindahan flok setelah pengolahan kimia dan pengentalan lumpur (sludge thickening).
Efisiensi penurunan pada bak flotasi adalah 50% – 90% pada TSS, 14% pada BOD dan 60% - 90% pada Minyak dan lemak (Jenny dan Rahayu, 1990).
2.5.3. Bak Aerasi
Masduqi dan Slamet (2002) mengatakan bahwa “Aerasi” merupakan istilah lain dari transfer gas dengan penyempitan makna, lebih dikhususkan pada transfer gas (khususnya oksigen) dari fase gas ke fase cair. Fungsi utama aerasi dalam pengolahan air dan air limbah adalah melarutkan oksigen ke dalam air untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air, dalam campuran tersuspensi lumpur aktif dalam bioreaktor dan melepaskan kandungan gas-gas yang terlarut dalam air, serta membantu pengadukan air. Faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan oksigen adalah suhu, kejenuhan oksigen, karakteristik air dan derajat turbulensi.
Menurut Saraswati (1996), aerasi air limbah bertujuan :
• Untuk memperbesar kemungkinan pengolahannya (treatability).
• Memisahkan lemak dari air.
• Menghilangkan bau.
• Menghilangkan pasir.
• Membentuk flok / jonjot.
• Mendorong tersebarnya kotoran tersuspensi secara merata.
Menurut Ginting (2007), metode aerobik adalah metode dengan menggunakan bakteri aerob yang dapat berfungsi secara optimal bila tersedia udara sebagai sumber kehidupan. Sebenarnya fungsi udara adalah untuk menyediakan oksigen bagi kehidupan bakteri. Proses aerobik dapat dilakukan melalui dua mekanisme dasar, yaitu :
• Proses pembentukan suspensi.
• Proses pelekatan suspensi.
Proses pembentukan suspensi merupakan interaksi antara mikroorganisme dengan limbah sehingga membentuk gumpalan menjadi massa flokulan yang mampu bergerak sesuai dengan arah aliran limbah. Pengadukan (agitasi) campuran limbah dengan mikroorganisme membuat mikroba tetap berada dalam tersuspensi. Hal ini menguntungkan karena mudah membentuk endapan. Aerator sebuah alat yang dipasang di atas permukaan air dan dapat terapung berfungsi untuk menyuntikkan udara ke dalam air secara teratur. Jumlah udara yang disuntikkan tergantung pada jumlah kebutuhan oksigen untuk dapat menurunkan BOD dari suatu kondisi tertentu pada kondisi yang diinginkan.
Kolam aerasi berfungsi sebagai reaktor untuk melakukan percampuran air limbah dengan udara yang disediakan dari aerator. Aerator menyediakan sejumlah udara yang bereaksi dengan bahan-bahan pencemar dan juga menjadi kebutuhan mikroorganisme yang terdapat dalam air limbah. Semakin tinggi kandungan oksigen terlarut dalam air, semakin tinggi kemampuan air untuk memulihkan diri sendiri. Kolam aerasi harus disertai dengan kolam pengendapan.
Pada bak aerasi, penurunan nilai parameter pada air limbah antara lain : penurunan terhadap TSS sebesar 90%, penurunan terhadap BOD sebesar 90%, penurunan terhadap minyak dan lemak sebesar 70% (Met Calf and Eddy, 2003).
2.5.4. Bak Koagulasi – Flokulasi
Pada bak ini air limbah yang mengandung bahan pencemar akan dilakukan pengadukan cepat dan pengadukan lambat agar terbentuk flok-flok untuk memudahkan dalam pengolahan selanjutnya. Untuk dapat membentuk flok-flok tersebut, pada bak ini ditambahkan koagulan untuk mengikat partikel-partikel kecil yang mungkin terbawa oleh air limbah. Selain itu juga pada bak ini ditambahkan larutan kapur untuk menaikkan pH air limbah.
Partikel yang sangat halus (koloid) yang di dalam air limbah biasanya berwujud flok-flok biologis (biological floc). Partikel-partikel semacam ini dapat bertahan melayang-layang dalam air dalam waktu yang lama. Dalam keadaan demikian apabila ditambahkan bahan koagulan, maka bahan-bahan koloid tersebut akan menggumpal sehingga mempunyai kemampuan mengendap. Molekul bahan-bahan koagulan berkumpul membentuk gumpalan-gumpalan besar menyerupai bintang dan bersifat seperti sponge. Selama proses flokulasi, partikel-partikel koloid dalam air akan menempel pada sponge tersebut sehingga membentuk gumpalan (Met Calf and Eddy, 2003).
Menurut Masduqi dan Slamet (2002), koagulasi merupakan proses destabilisasi koloid dan partikel dalam air dengan menggunakan bahan kimia (disebut koagulan) yang menyebabkan pembentukan inti gumpalan (presipitat). Proses koagulasi hanya dapat berlangsung bila ada pengadukan. Flokulasi adalah proses penggabungan inti flok sehingga menjadi flok berukuran lebih besar. Proses flokulasi hanya dapat berlangsung bila ada pengadukan.
Pengadukan pada proses koagulasi dan flokulasi merupakan pemberian energi agar terjadi tumbukan antar partikel tersuspensi dan koloid agar terbentuk gumpalan (flok) sehingga dapat dipisahkan melalui proses pengendapan dan penyaringan. Partikel yang tersuspensi dalam air dapat dapat berupa partikel bebas dan koloid dengan ukuran sangat kecil yaitu 10-7 mm – 10-1 mm. karena dimensinya ini maka partikel tidak dapat diendapkan secara langsung. Di samping itu partikel dan koloid umumnya bermuatan listrik sama yang menyebabkan terjadinya tumbukan antar partikel (terjadi gerak Brown). Hal ini berakibat terjadinya suatu suspensi yang sangat stabil.
Menurut Ginting (2007), limbah pada konsentrasi tertentu dengan melewati batas yang ditetapkan akan menimbulkan pencemaran atau lebih tepat disebutkan akan mempengaruhi kondisi lingkungan. Limbah yang hanya mempunyai karakteristik fisika maka teknologinya akan dipilih dengan proses fisika. Limbah yang memiliki karakteristik fisika dan biologi maka proses yang digunakan proses fisika dan biologi. Pada umumnya urutan proses dalam teknologi pengolahan limbah tediri dari proses penyaringan, pengendapan, netralisasi, aerasi, filtrasi dan penghancuran. Proses ini dapat dilakukan pada metode fisika, metode kimia maupun metode biologi. Jarang sekali proses ini berjalan secara sendiri-sendiri melainkan harus digabungkan satu dengan yang lain tergantung pada tujuan pemisahan bahan pencemar.
Setiadi (2008) menyebutkan, pengolahan air limbah terutama ditujukan untuk mengurangi kandungan bahan pencemar di dalam air, seperti senyawa organik, padatan tersuspensi, mikroba patogen dan senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang ada di alam. Proses pengolahan dilakukan sampai batas tertentu sehingga air limbah tidak mencemarkan lingkungan hidup.
Pengolahan air limbah dapat dibagi atas lima tahap pengolahan, yaitu :
• Pengolahan awal (pretreatment).
• Pengolahan tahap pertama (primary treatment).
• Pengolahan tahap kedua (secondary treatment).
• Pengolahan tahap ketiga (tertiary treatment).
• Pengolahan lumpur (sludge treatment).
Pengolahan awal dan tahap pertama melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dari aliran limbah. Pengolahan tahap kedua dirancang untuk menghilangkan zat-zat terlarut dari air limbah yang tidak dapat dihilangkan dengan proses fisik biasa. Tahap ketiga merupakan pengolahan yang dilakukan untuk menghilangkan kontaminan tertentu yang tidak dapat dihilangkan pada pengolahan tahap pertama dan kedua.
Pemilihan teknologi pengolahan air limbah tidak terlepas dari pemahaman masing-masing proses yang terlibat. Pertimbangan kelebihan serta kekurangan dari setiap proses sangat berguna untuk memilih proses yang paling tepat sehingga dihasilkan teknologi pengolahan limbah yang efisien, baik dalam biaya (investasi dan operasi) dan energi serta efektif dalam menghasilkan kualitas efluen yang sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan.
Langkah pertama dalam memilih proses yang tepat adalah mengkelompokkan karakteristik kontaminan dalam air limbah menggunakan indikator parameter. Kontaminan dalam air limbah dikarakteristikkan kemudian dapat digunakan untuk menentukan proses apa saja yang diperlukan dalam pengolahan air limbah. Pada tahap ini, pertimbangan secara detail sebaiknya dilakukan yaitu mempertimbangkan aspek teknis, ekonomi, keamanan, kehandalan dan kemudahan mengoperasikannya.
Setelah pertimbangan detail, perlu juga dilakukan studi kelayakan dan jika perlu percobaan skala laboratorium / pilot yang bertujuan :
• Memastikan bahwa teknologi yang telah dipilih terdiri dari proses-proses yang sesuai dengan karakteristik air limbah yang akan diolah.
• Mengembangkan dan mengumpulkan data yang diperlukan untuk menentukan efisiensi pengolahan yang diharapkan.
• Menyediakan informasi teknik dan ekonomi yang diperlukan untuk penerapan skala sebenarnya dari teknologi pengolahan air limbah yang dimaksud.
2.5.1. Bak Equalisasi
Menurut Siregar (2005), equalisasi laju alir digunakan untuk menangani variasi laju alir dan memperbaiki performance proses-proses selanjutnya. Di samping itu, equalisasi juga bermanfaat untuk mengurangi ukuran dan biaya proses-proses selanjutnya. Pada dasarnya, equalisasi dibuat untuk meredam fluktuasi air limbah sehingga dapat masuk ke dalam IPAL secara konstan.
Beberapa keuntungan yang diperoleh dari penggunaan equalisasi adalah sebagai berikut :
• Pada pengolahan biologi, perubahan beban secara mendadak dapat dihindari, senyawa-senyawa inhibit dapat lebih diencerkan dan pH dapat diatur supaya konstan.
• Performance sedimentasi kedua dapat diperbaiki karena beban padatan yang masuk kedalamnya dapat diatur supaya konstan.
• Pada filtrasi, kebutuhan surface area dapat dikurangi, performance filter dapat diperbaiki dan pencucian pada filter dapat lebih teratur.
• Pengaturan bahan-bahan kimia dapat lebih terkontrol dan prosesnya menjadi lebih masuk akal.
Lokasi equalisasi harus dipertimbangkan pada saat pembuatan diagram alir pengolahan limbah. Lokasi equalisasi yang optimal akan sangat bervariasi menurut tipe pengolahan limbah yang dilakukan, karakteristik sistem pengumpulan dan jenis air limbah.
Volume yang diperlukan untuk equalisasi ditentukan dengan membuat diagram hubungan antara laju alir kumulatif dan waktu (hari). Laju alir rata-rata diplotkan pada diagram yang sama. Untuk menetukan volume, ditarik garis yang paralel terhadap sumbu-sumbu koordinat. Volume yang diperlukan setara dengan jarak vertikal dari kedua garis lurus tersebut.
Dalam praktik, volume bak equalisasi harus dibuat lebih besar dari hasil penentuan secara teoritis. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :
• Pengoperasian alat-alat aerasi dan pengadukan secara kontinu dapat menyebabkan air meluap berlebihan.
• Adanya aliran-aliran recycle.
• Kemungkinan adanya perubahan aliran secara tiba-tiba.
Meskipun tidak ada patokan yang pasti, biasanya volume tambahan berkisar antara 10% - 20% dari volume teoritis.
2.5.2. Bak Flotasi
Masduqi dan Slamet (2002) menjelaskan bahwa flotasi adalah unit operasi yang dipergunakan untuk pemisahan partikel solid atau liquid dengan cara mengapungkan massa solid atau liquid tersebut. Flotasi merupakan unti operasi yang berkebalikan dengan sedimentasi atau dengan kata lain flotasi merupakan sedimentasi dengan kecepatan pengendapan negatif. Berdasarkan operasinya, flotasi dapat dikategorikan ke dalam dua macam, yaitu :
• Natural Flotation : flotasi yang terjadi karena densitas partikel (solid / liquid) lebih kecil daripada densitas liquid (air), sehingga dapat mengapung tanpa bantuan bahan lain. Flotasi alami ini biasanya dipergunakan untuk proses awal pemisahan minyak.
• Aided Flotation : flotasi dengan bantuan gelembung udara. Udara dalam bentuk gelembung diberikan ke dalam air sehingga terjadi penempelan pada partikel yang menyebabkan gaya buoyant meningkat sehingga partikel terangkat ke permukaan.
Menurut Siregar (2005), flotasi antara lain digunakan dalam proses pemisahan lemak dan minyak (oil and grease removal), pemisahan padatan pada pengolahan awal dan pengolahan lanjutan, pemindahan flok setelah pengolahan kimia dan pengentalan lumpur (sludge thickening).
Efisiensi penurunan pada bak flotasi adalah 50% – 90% pada TSS, 14% pada BOD dan 60% - 90% pada Minyak dan lemak (Jenny dan Rahayu, 1990).
2.5.3. Bak Aerasi
Masduqi dan Slamet (2002) mengatakan bahwa “Aerasi” merupakan istilah lain dari transfer gas dengan penyempitan makna, lebih dikhususkan pada transfer gas (khususnya oksigen) dari fase gas ke fase cair. Fungsi utama aerasi dalam pengolahan air dan air limbah adalah melarutkan oksigen ke dalam air untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air, dalam campuran tersuspensi lumpur aktif dalam bioreaktor dan melepaskan kandungan gas-gas yang terlarut dalam air, serta membantu pengadukan air. Faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan oksigen adalah suhu, kejenuhan oksigen, karakteristik air dan derajat turbulensi.
Menurut Saraswati (1996), aerasi air limbah bertujuan :
• Untuk memperbesar kemungkinan pengolahannya (treatability).
• Memisahkan lemak dari air.
• Menghilangkan bau.
• Menghilangkan pasir.
• Membentuk flok / jonjot.
• Mendorong tersebarnya kotoran tersuspensi secara merata.
Menurut Ginting (2007), metode aerobik adalah metode dengan menggunakan bakteri aerob yang dapat berfungsi secara optimal bila tersedia udara sebagai sumber kehidupan. Sebenarnya fungsi udara adalah untuk menyediakan oksigen bagi kehidupan bakteri. Proses aerobik dapat dilakukan melalui dua mekanisme dasar, yaitu :
• Proses pembentukan suspensi.
• Proses pelekatan suspensi.
Proses pembentukan suspensi merupakan interaksi antara mikroorganisme dengan limbah sehingga membentuk gumpalan menjadi massa flokulan yang mampu bergerak sesuai dengan arah aliran limbah. Pengadukan (agitasi) campuran limbah dengan mikroorganisme membuat mikroba tetap berada dalam tersuspensi. Hal ini menguntungkan karena mudah membentuk endapan. Aerator sebuah alat yang dipasang di atas permukaan air dan dapat terapung berfungsi untuk menyuntikkan udara ke dalam air secara teratur. Jumlah udara yang disuntikkan tergantung pada jumlah kebutuhan oksigen untuk dapat menurunkan BOD dari suatu kondisi tertentu pada kondisi yang diinginkan.
Kolam aerasi berfungsi sebagai reaktor untuk melakukan percampuran air limbah dengan udara yang disediakan dari aerator. Aerator menyediakan sejumlah udara yang bereaksi dengan bahan-bahan pencemar dan juga menjadi kebutuhan mikroorganisme yang terdapat dalam air limbah. Semakin tinggi kandungan oksigen terlarut dalam air, semakin tinggi kemampuan air untuk memulihkan diri sendiri. Kolam aerasi harus disertai dengan kolam pengendapan.
Pada bak aerasi, penurunan nilai parameter pada air limbah antara lain : penurunan terhadap TSS sebesar 90%, penurunan terhadap BOD sebesar 90%, penurunan terhadap minyak dan lemak sebesar 70% (Met Calf and Eddy, 2003).
2.5.4. Bak Koagulasi – Flokulasi
Pada bak ini air limbah yang mengandung bahan pencemar akan dilakukan pengadukan cepat dan pengadukan lambat agar terbentuk flok-flok untuk memudahkan dalam pengolahan selanjutnya. Untuk dapat membentuk flok-flok tersebut, pada bak ini ditambahkan koagulan untuk mengikat partikel-partikel kecil yang mungkin terbawa oleh air limbah. Selain itu juga pada bak ini ditambahkan larutan kapur untuk menaikkan pH air limbah.
Partikel yang sangat halus (koloid) yang di dalam air limbah biasanya berwujud flok-flok biologis (biological floc). Partikel-partikel semacam ini dapat bertahan melayang-layang dalam air dalam waktu yang lama. Dalam keadaan demikian apabila ditambahkan bahan koagulan, maka bahan-bahan koloid tersebut akan menggumpal sehingga mempunyai kemampuan mengendap. Molekul bahan-bahan koagulan berkumpul membentuk gumpalan-gumpalan besar menyerupai bintang dan bersifat seperti sponge. Selama proses flokulasi, partikel-partikel koloid dalam air akan menempel pada sponge tersebut sehingga membentuk gumpalan (Met Calf and Eddy, 2003).
Menurut Masduqi dan Slamet (2002), koagulasi merupakan proses destabilisasi koloid dan partikel dalam air dengan menggunakan bahan kimia (disebut koagulan) yang menyebabkan pembentukan inti gumpalan (presipitat). Proses koagulasi hanya dapat berlangsung bila ada pengadukan. Flokulasi adalah proses penggabungan inti flok sehingga menjadi flok berukuran lebih besar. Proses flokulasi hanya dapat berlangsung bila ada pengadukan.
Pengadukan pada proses koagulasi dan flokulasi merupakan pemberian energi agar terjadi tumbukan antar partikel tersuspensi dan koloid agar terbentuk gumpalan (flok) sehingga dapat dipisahkan melalui proses pengendapan dan penyaringan. Partikel yang tersuspensi dalam air dapat dapat berupa partikel bebas dan koloid dengan ukuran sangat kecil yaitu 10-7 mm – 10-1 mm. karena dimensinya ini maka partikel tidak dapat diendapkan secara langsung. Di samping itu partikel dan koloid umumnya bermuatan listrik sama yang menyebabkan terjadinya tumbukan antar partikel (terjadi gerak Brown). Hal ini berakibat terjadinya suatu suspensi yang sangat stabil.
No comments:
Post a Comment