BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Salah satu kejahatan yang banyak menyedot perhatian kita pada saat ini adalah penyalahgunaan narkoba (narkotika dan obat-obatan terlarang). Masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia telah berkembang sehingga bukan hanya sebagai tempat transit dalam perdagangan dan peredaran gelap narkoba, tetapi telah menjadi tempat pemasaran dan bahkan telah menjadi tempat untuk produksi gelap narkoba. Hal ini diperkuat dengan diungkapnya pabrik gelap ekstasy di desa Pangradin, Jasinga, Bogor yang memiliki kapasitas produksi 504.000 butir ekstasy perhari (Press Release Tahunan Ketua BNN Tahun 2005).
Pada tahun 2001 narapidana khusus narkotika mencapai 2.073 orang dengan anggapan bahwa narapida ini bukan yang berasal dari panti rehabilitasi khusus narkotika. Pada tahun 2003 telah meningkat tajam menjadi 9.902 orang yang berarti telah mengalami kenaikan sebesar 477% dalam rentan waktu 2 tahun (majalah Hukum dan HAM vol. 1 no. 3 November 2003: 25) dan pada tahun 2005 jumlah kasus narkotika mencapai 12.256 kasus yang terdiri dari 6.179 kasus narkotika, 5.143 kasus psikotropika dan 934 kasus bahan berbahaya.
Jumlah kasus yang terjadi ini juga diikuti oleh jumlah tersangkanya. Jumlah tersangka narkotika yang ditangkap sebanyak 16.702 orang, terdiri atas WNI sebanyak 16.632 orang dan WNA sebanyak 70 orang. Untuk daerah DKI Jakarta dan wilayah Banten telah mencakup 8.954 orang dan selebihnya tersebar di seluruh provinsi di tanah air (Press Release Tahunan Ketua Badan Narkotika Nasional, Desember, 2005 di Jakarta). Untuk daerah Kalimantan Timur jumlah tersangka yang telah dilimpahkan ke pengadilan negeri sebanyak 998 orang yang tersebar disetiap kota maupun kabupaten di Kalimantan Timur (Sat Reskrim Polda Kalimantan Timur) dan untuk kota Balikpapan secara khusus, jumlah tersangka kasus narkotika sebanyak 46 orang untuk tahun 2006 (Sat Reskrim Polresta Balikpapan), lihat tabel I.1.
Kondisi tersebut tidak memungkinkan untuk mencampur narapidana kasus narkotika dengan narapidana kasus lainnya, karena selain kenyataan bahwa Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia telah mengalami over kapasitas, penanganan terhadap narapidana khusus narkotika harus dilakukan secara lebih komprehensif dengan penekanan pada pembinaan yang lebih spesifik.
Narapidana yang telah dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Negeri Balikpapan langsung dimasukkan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan Umum yang berada di daerah Stal Kuda, Balikpapan. Namun penanganannya tetap disamakan dengan narapidana lain yang bukan narapidana narkotika. Pada kenyataan yang ada di lapangan selama ini pencampuran narapidana narkotika dengan narapidana yang lain justru mengakibatkan tekanan mental bagi narapidana tersebut. Kenyataan yang ada juga menunjukan Lembaga Permasyarakatan Balikpapan telah mengalami over kapasitas (lihat tabel I.2) sehingga menyebabkan bertumpuknya narapidana di masing-masing ruang sel tahanan.
Lembaga Permasyarakatan Khusus narkotika merupakan upaya langkah maju untuk memenuhi harapan masyarakat demi tercapainya pemulihan kesatuan hidup yang lebih baik. Lebih spesifiknya Lembaga Permasyarakatan ini telah diperhatikan oleh pemerintah kota Balikpapan untuk membangun sebuah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Khusus Narkotika yang dapat menampung para pelaku kejahatan khusus narkotika yang telah dijatuhi hukuman oleh pengadilan negeri yang berada di dalam wilayah hukum Balikpapan sehingga tidak bercampur dengan narapidana kasus lainnya.
No comments:
Post a Comment