II.10. TINJAUAN TERHADAP TEMA
II.10.1. Pengertian Tema
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa metoda berarti cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan tertentu sedangkan bina berarti akumulasi dan akselerasi secara bertahap dalam tempo, intensitas, emosi dan kelakuan untuk mencapai titik puncak, juga berati mengusahakan supaya lebih baik, sedangkan pembinaan berarti proses perbuatan, cara membina sehingga menimbulkan pembaharuan atau penyempurnaan, juga berati usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Berdasarkan Pasal 1 PP Nomor 31 Th. 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, Pasal 1 PP Nomor 32 Th. 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan Pasal 1 PP Nomor 57 Th. 1999 tentang Kerjasama Penyelenggaraan Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, disebutkan bahwa pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan.
Berdasarkan Pasal 1 UU Nomor 12 tentang Pemasyarakatan, disebutkan bahwa narapidana berarti terpidana yang menjalani pidana dan hilang kemerdekaannya di Lapas, sedangkan terpidana berarti seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dari pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa Metoda Pembinaan Narapidana dapat berarti sistem atau cara kerja dalam kegiatan pemasyarakatan yang bertujuan meningkatkan hidup orang yang sedang menjalani pidana di Lapas.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dasar berarti pokok atau pangkal suatu pendapat atau asas sedangkan perancangan berati suatu proses atau cara perbuatan merancang atau menyusun.
Sehingga dapat disimpulkan, Metoda Pembinaan Narapidana Sebagai Dasar Perancangan adalah sistem atau cara kerja tertentu dalam kegiatan pemasyarakatan guna meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani orang yang sedang menjalani pidana di Lapas yang dipakai sebagai pokok perbuatan merancang (perancangan).
II.10.2. Tinjauan Pembinaan di dalam Lapas
Pembinaan narapidana narkotika mempunyai pedoman umum dalam melaksanakan tugasnya yang berupa tahapan-tahapan antara lain:
A. Tahap awal
1. Tahap penerimaan narapidana
Tahap penerimaan narapidana yang baru divonis oleh pengadilan. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan dan penggeledahan terhadap narapidana untuk diambil berkas-berkasnya dan pemeriksaan kesehatan.
2. Tahap manapenaling
Setelah dicek kesehatannya, narapidana yang dinyatakan sakit ditempatkan di ruang karantina poliklinik lapas untuk menjalani proses detoksifikasi, yaitu proses pengeluaran atau penghilangan pengaruh racun narkotika dari dalam tubuh narapidana, biasanya dilakukan juga pada narapidana yang mengalami sakaw/ketagihan. Detoksifikasi yang dimaksudkan adalah dengan cara tidak memasukan zat tertentu ke dalam tubuh yang ditempatkan dalam suatu ruangan khusus dalam blok rehabilitasi. Blok ini dilengkapi dengan sarana sanitasi yang baik dan bersifat isolatif dan dilengkapi dengan kamera pemantau. Narapidana yang didetoksifikasi selama-lamanya 5 x 24 jam. Sedangkan bagi narapidana yang dinyatakan sehat ditempatkan pada blok manapenaling dan mendapatkan program manapenaling (admisi/orientasi) selama 4 minggu.
3. Tahap rehabilitasi
Rehabilitasi artinya perbaikan kembali terhadap kondisi fisik dan rehabilitasi psikis (jiwa), sosial kemasyarakatan. Rehabilitasi di Lapas dapat dilakukan melalui pendekatan:
a. Pendekatan program atau sub program, yang didalamnya terdiri dari:
Program disiplin
Program religi
Program binaan dan penyuluhan
Program diskusi dan pendewasaan
Program keterampilan dan produksi
b. Rehabilitasi medis
c. Rehabilitasi religius
B. Tahap Pembinaan awal (0 sampai dengan 1/3 masa tahanan)
Setiap narapidana yang baru masuk di Lapas terlebih dahulu dilakukan penelitian untuk mengetahui hal ikhwal tentang dirinya termasuk sebab-sebab mengapa ia melakukan kejahatan dan juga sikap dari unsur-unsur dalam masyarakat yang terkait dengan narapidana, misalnya dari pihak keluarganya, teman, orang terdekatnya serta dari petugas instansi lain yang menangani perkaranya seperti Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Pamong Praja. Sehingga dengan data-data yang ada tersebut akan dapat direncanakan dan dilakukan usaha-usaha pembinaan yang tepat.
C. Tahap pembinaan lanjutan I (1/3 sampai ½ masa tahanan)
Jika proses pembinaan terhadap narapidana yang bersangkutan telah berlangsung selama-lamanya 1/3 dari masa pidana yang sebenarnya dan menurut pendapat Dewan Pembina Pemasyarakatan sudah mencapai cukup kemajuan, antara lain menunjukan keinsyafan, perbaikan, disiplin dan patuh pada peraturan tata tertib yang berlaku di Lapas serta tidak lagi mengalami sakaw yang berkala, sehingga yang bersangkutan diberikan kebebasan lebih banyak dan ditempatkan di zona medium security. Pada tahap ini narapidana diberi tanggung jawab besar, bersamaan dengan itu pula juga dipupuk harga dirinya, tata kramanya sehingga diharapkan dapat menimbulkan kepercayaan diri pada masyarakat nantinya.
D. Tahap pembinaan lanjutan II (1/2 sampai 2/3 masa tahanan)
Pada tahap ini, proses pembinaan narapidana yang bersangkutan telah dijalani 1/2 dari masa pidana yang sebenarnya dan menurut pertimbangan Dewan Pembina Pemasyarakatan telah dicapai cukup kemajuan-kemajuan, baik secara fisik maupun mental dan keterampilan. Dalam tahap ini program pembinaan narapidana meliputi kegiatan-kegiatan berbaur dengan masyarakat luar melalui kerja bakti disekitar lingkungan lapas, beribadah di luar lapas dan cuti mengunjungi keluarga, dapat digolongkan dalam minimum security.
Program ini dimaksudkan untuk menimbulkan kesadaran terhadap narapidana itu sendiri agar dapat menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku dan berkembang di masyarakat.
E. Tahap pembinaan akhir (2/3 sampai akhir masa tahanan)
Jika proses pembinaan telah dijalani selama 2/3 dari masa pidana yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9 bulan, sehingga narapidana yang bersangkutan dapat diberikan Lepas Bersyarat (LB) kalau proses tahapan yang dilaksanakan dapat berjalan lancar dan baik. Pengusulan lepas bersyarat ini ditetapkan oleh Dewan Pembina Pemasyarakatan. Pada tahap ini sarana atau tempat proses pembinaan melibatkan masyarakat luar yang lebih luas, sedangkan pengawasan dan bimbingan lebih dikurangi dengan harapan agar narapidana yang bersangkutan dapat hidup atau bersosialisasi dalam keadaan harmonis dengan masyarakat. Namun jika tidak mendapatkan LB, narapidana yang bersangkutan dalam sisa masa tahanannya dijalaninya di dalam lapas dengan kegiatan yang berorientasi kepada kemasyarakatan dan wawasan pengetahuan dan hukum (Dirjen Pemasyarakatan, 2001; 15-28).
II.11. STUDI BANDING
II.11.1. Lembaga Pemasyarakatan Cipinang (Lapas Narkotika Jakarta)
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang yang terletak di Jalan Raya Bekasi, Cipinang Jakarta timur merupakan Lapas percontohan bagi pembangunan Lapas-Lapas baru di Indonesia maupun Lapas lama yang telah ada karena telah disesuaikan dengan keadaan kondisi narapidana sekarang yang telah jauh berbeda dengan keadaan Lapas (penjara dalam istilah lama) di masa yang lalu.
Lapas Cipinang telah dibagi menjadi tiga Unit Pelaksana Teknis (UPT) pada lokasi yang sama untuk memperkecil kapasitas guna meningkatkan kualitas pelayanan dan pembinaan. Ketiga UPT tersebut adalah Lapas Narkotika yang diberi nama Lapas Narkotika Jakarta, Lapas Umum dan Rumah Tahanan (RUTAN). Lapas Narkotika merupakan Lapas pertama yang menjadi pelaksanaan masterplan Lapas Cipinang. Dibangun tahun 2001 dengan total luas bangunan 17064 m² yang pembangunannya selesai pada tahun 2003 dan diresmikan oleh mantan Presiden RI Megawati Sukarno Putri bulan Oktober (Indonesia Design Vol. 3 No. 16 Thn. 2006, hal.80).
II.10.1. Pengertian Tema
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa metoda berarti cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan tertentu sedangkan bina berarti akumulasi dan akselerasi secara bertahap dalam tempo, intensitas, emosi dan kelakuan untuk mencapai titik puncak, juga berati mengusahakan supaya lebih baik, sedangkan pembinaan berarti proses perbuatan, cara membina sehingga menimbulkan pembaharuan atau penyempurnaan, juga berati usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Berdasarkan Pasal 1 PP Nomor 31 Th. 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, Pasal 1 PP Nomor 32 Th. 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan Pasal 1 PP Nomor 57 Th. 1999 tentang Kerjasama Penyelenggaraan Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, disebutkan bahwa pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan.
Berdasarkan Pasal 1 UU Nomor 12 tentang Pemasyarakatan, disebutkan bahwa narapidana berarti terpidana yang menjalani pidana dan hilang kemerdekaannya di Lapas, sedangkan terpidana berarti seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dari pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa Metoda Pembinaan Narapidana dapat berarti sistem atau cara kerja dalam kegiatan pemasyarakatan yang bertujuan meningkatkan hidup orang yang sedang menjalani pidana di Lapas.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dasar berarti pokok atau pangkal suatu pendapat atau asas sedangkan perancangan berati suatu proses atau cara perbuatan merancang atau menyusun.
Sehingga dapat disimpulkan, Metoda Pembinaan Narapidana Sebagai Dasar Perancangan adalah sistem atau cara kerja tertentu dalam kegiatan pemasyarakatan guna meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani orang yang sedang menjalani pidana di Lapas yang dipakai sebagai pokok perbuatan merancang (perancangan).
II.10.2. Tinjauan Pembinaan di dalam Lapas
Pembinaan narapidana narkotika mempunyai pedoman umum dalam melaksanakan tugasnya yang berupa tahapan-tahapan antara lain:
A. Tahap awal
1. Tahap penerimaan narapidana
Tahap penerimaan narapidana yang baru divonis oleh pengadilan. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan dan penggeledahan terhadap narapidana untuk diambil berkas-berkasnya dan pemeriksaan kesehatan.
2. Tahap manapenaling
Setelah dicek kesehatannya, narapidana yang dinyatakan sakit ditempatkan di ruang karantina poliklinik lapas untuk menjalani proses detoksifikasi, yaitu proses pengeluaran atau penghilangan pengaruh racun narkotika dari dalam tubuh narapidana, biasanya dilakukan juga pada narapidana yang mengalami sakaw/ketagihan. Detoksifikasi yang dimaksudkan adalah dengan cara tidak memasukan zat tertentu ke dalam tubuh yang ditempatkan dalam suatu ruangan khusus dalam blok rehabilitasi. Blok ini dilengkapi dengan sarana sanitasi yang baik dan bersifat isolatif dan dilengkapi dengan kamera pemantau. Narapidana yang didetoksifikasi selama-lamanya 5 x 24 jam. Sedangkan bagi narapidana yang dinyatakan sehat ditempatkan pada blok manapenaling dan mendapatkan program manapenaling (admisi/orientasi) selama 4 minggu.
3. Tahap rehabilitasi
Rehabilitasi artinya perbaikan kembali terhadap kondisi fisik dan rehabilitasi psikis (jiwa), sosial kemasyarakatan. Rehabilitasi di Lapas dapat dilakukan melalui pendekatan:
a. Pendekatan program atau sub program, yang didalamnya terdiri dari:
Program disiplin
Program religi
Program binaan dan penyuluhan
Program diskusi dan pendewasaan
Program keterampilan dan produksi
b. Rehabilitasi medis
c. Rehabilitasi religius
B. Tahap Pembinaan awal (0 sampai dengan 1/3 masa tahanan)
Setiap narapidana yang baru masuk di Lapas terlebih dahulu dilakukan penelitian untuk mengetahui hal ikhwal tentang dirinya termasuk sebab-sebab mengapa ia melakukan kejahatan dan juga sikap dari unsur-unsur dalam masyarakat yang terkait dengan narapidana, misalnya dari pihak keluarganya, teman, orang terdekatnya serta dari petugas instansi lain yang menangani perkaranya seperti Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Pamong Praja. Sehingga dengan data-data yang ada tersebut akan dapat direncanakan dan dilakukan usaha-usaha pembinaan yang tepat.
C. Tahap pembinaan lanjutan I (1/3 sampai ½ masa tahanan)
Jika proses pembinaan terhadap narapidana yang bersangkutan telah berlangsung selama-lamanya 1/3 dari masa pidana yang sebenarnya dan menurut pendapat Dewan Pembina Pemasyarakatan sudah mencapai cukup kemajuan, antara lain menunjukan keinsyafan, perbaikan, disiplin dan patuh pada peraturan tata tertib yang berlaku di Lapas serta tidak lagi mengalami sakaw yang berkala, sehingga yang bersangkutan diberikan kebebasan lebih banyak dan ditempatkan di zona medium security. Pada tahap ini narapidana diberi tanggung jawab besar, bersamaan dengan itu pula juga dipupuk harga dirinya, tata kramanya sehingga diharapkan dapat menimbulkan kepercayaan diri pada masyarakat nantinya.
D. Tahap pembinaan lanjutan II (1/2 sampai 2/3 masa tahanan)
Pada tahap ini, proses pembinaan narapidana yang bersangkutan telah dijalani 1/2 dari masa pidana yang sebenarnya dan menurut pertimbangan Dewan Pembina Pemasyarakatan telah dicapai cukup kemajuan-kemajuan, baik secara fisik maupun mental dan keterampilan. Dalam tahap ini program pembinaan narapidana meliputi kegiatan-kegiatan berbaur dengan masyarakat luar melalui kerja bakti disekitar lingkungan lapas, beribadah di luar lapas dan cuti mengunjungi keluarga, dapat digolongkan dalam minimum security.
Program ini dimaksudkan untuk menimbulkan kesadaran terhadap narapidana itu sendiri agar dapat menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku dan berkembang di masyarakat.
E. Tahap pembinaan akhir (2/3 sampai akhir masa tahanan)
Jika proses pembinaan telah dijalani selama 2/3 dari masa pidana yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9 bulan, sehingga narapidana yang bersangkutan dapat diberikan Lepas Bersyarat (LB) kalau proses tahapan yang dilaksanakan dapat berjalan lancar dan baik. Pengusulan lepas bersyarat ini ditetapkan oleh Dewan Pembina Pemasyarakatan. Pada tahap ini sarana atau tempat proses pembinaan melibatkan masyarakat luar yang lebih luas, sedangkan pengawasan dan bimbingan lebih dikurangi dengan harapan agar narapidana yang bersangkutan dapat hidup atau bersosialisasi dalam keadaan harmonis dengan masyarakat. Namun jika tidak mendapatkan LB, narapidana yang bersangkutan dalam sisa masa tahanannya dijalaninya di dalam lapas dengan kegiatan yang berorientasi kepada kemasyarakatan dan wawasan pengetahuan dan hukum (Dirjen Pemasyarakatan, 2001; 15-28).
II.11. STUDI BANDING
II.11.1. Lembaga Pemasyarakatan Cipinang (Lapas Narkotika Jakarta)
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang yang terletak di Jalan Raya Bekasi, Cipinang Jakarta timur merupakan Lapas percontohan bagi pembangunan Lapas-Lapas baru di Indonesia maupun Lapas lama yang telah ada karena telah disesuaikan dengan keadaan kondisi narapidana sekarang yang telah jauh berbeda dengan keadaan Lapas (penjara dalam istilah lama) di masa yang lalu.
Lapas Cipinang telah dibagi menjadi tiga Unit Pelaksana Teknis (UPT) pada lokasi yang sama untuk memperkecil kapasitas guna meningkatkan kualitas pelayanan dan pembinaan. Ketiga UPT tersebut adalah Lapas Narkotika yang diberi nama Lapas Narkotika Jakarta, Lapas Umum dan Rumah Tahanan (RUTAN). Lapas Narkotika merupakan Lapas pertama yang menjadi pelaksanaan masterplan Lapas Cipinang. Dibangun tahun 2001 dengan total luas bangunan 17064 m² yang pembangunannya selesai pada tahun 2003 dan diresmikan oleh mantan Presiden RI Megawati Sukarno Putri bulan Oktober (Indonesia Design Vol. 3 No. 16 Thn. 2006, hal.80).
Konsep perencanaan Lapas Narkotika Jakarta, yaitu:
• Aman/Secure
Keamanan adalah faktor utama bagi konsep sebuah Lapas yang termasuk didalam kategori maximum security
• Manusiawi
Agar misi rehabilitasi dan pembinaan pemasyarakatan kembali para narapidana dapat terlaksana, sehingga perlu diciptakan suasana lingkungan binaan yang manusiawi dan sehat dengan dilengkapi fasilitas penunjang yang memadai.
• Kokoh dan berwibawa
Kewibawaan petugas maupun penampilan karakter bangunan yang kokoh merupakan shock therapy bagi terpidana agar berinstropeksi menyadari kesalahannya.
• Perawatan yang mudah/Easy Maintenance
Kemudahan dalam perawatan bangunan dan lingkungan mutlak dibutuhkan agar Lapas sebagai tempat hunian mempunyai ketahanan/long life operation sehingga penghuni tidak terganggu maupun bisa mengganggu sarana fisik/utilias yang ada, di samping mengurangi beban rutin negara dan resiko keamanan.
Bagian bagian di dalam Lapas Narkotika Jakarta
1. Pintu, Pagar dan Pos Jaga.
Perwujudan konsep secure diawali dari pengamanan terluar berupa susunan pintu dan pagar yang terdiri dari 4 lapis yang mengelilingi tapak (site), yaitu:
• Pagar pembatas tapak berupa pagar transparan dari bahan ornamesh anticlimb yang diatasnya dilengkapi kawat Tiger (kawat berduri militer),
• Pagar tembok utama setinggi 6 meter dan pengaman anti panjat berupa silinder dari bahan metal berdiameter 1 meter diatasnya.
• Pagar transparan dalam yang mempunyai bahan yang sama dengan pagar pembatas tapak.
• Pagar antar bangunan yang berupa tembok setinggi 4 meter yang juga dilengkapi dengan kawat Tiger.
2. Kantor Utama
Bangunan ini berada di luar pagar tembok yang terpisah dari lingkungan dalam Lapas. Konsep yang baru ini bertujuan demi keamanan dan keterbukaan, karena kegiatan yang berada dikantor utama adalah bagian pelayanan masyarakat dan kepegawaian Lapas serta administrasi keuangan. Konsep tampang bangunan yang yang kokoh dengan penebalan kolom-kolom yang juga berfungsi menutup saluran vertikal, serta bangunan yang simetrik untuk melambangkan kewibawaan dan keadilan.
3. Portir dan Kantor Dalam
Letak gedung portir dan kantor dalam berada dibelakang kantor utama. Gedung ini berlantai dua yang berfungsi, portir sebagai ruang penerima dan kantor dalam sebagai ruang kerja petugas dalam melayani administrasi dan kebutuhan sehari-hari penghuni.
4. Gedung Kunjungan
Gedung kunjungan ini terlihat agak kontras dengan gedung yang lain yang di dalamnya terdapat juga ruang perpustakaan, museum, ruang sidang TPP dan pos utama. Gedung ini merupakan batas akhir pengunjung Lapas dan tempat pertemuan dengan napi yang dibesuk. Ruang kunjungan dibatasi oleh pemisah akrilik diantara napi dan pengunjung namun tetap terasa nyaman karena ruangan ini cukup lega dengan ketinggian plafond dari lantai setinggi 4 meter, ini perwujudan konsep secure tapi manusiawi.
5. Blok Hunian/Prison Block
Penataan blok-blok hunian ini membentuk pola cluster block yang berorientasi pada halaman tengah, dimana masing-masing cluster adalah blok masa dengan tipe kapasitas sel berbeda. Ada 5 tipe blok hunian berdasarkan tipe ruang selnya, yaitu:
• Tipe 1, kapasitas 1 orang,
• Tipe 3, kapasitas 3 orang,
• Tipe 5, kapasitas 5 orang,
• Tipe 7, kapasitas 7 orang.
• Maximum Security, adalah blok khusus untuk napi yang diisolasi.
Untuk mewujudkan penampilan arsitekturnya, pipa-pipa saluran horizontal dan vertikal ditutup sisi depannya dengan lisplank yang juga berfungsi sebagai pelindung bovenlicht tralis agar tidak tempias di waktu hujan.
6. Sarana Pendukung
• Poliklinik
Berbeda dengan Lapas-lapas lain, khusus di Lapas Narkotika Jakarta dilengkapi dengan poliklinik yang menangani kasus kecanduan dan rehabilitasi detoxifikasi terhadap pasien napi korban narkoba.
• Balai Latihan Kerja (BLK)
Balai Latihan Kerja merupakan sarana penunjang kegiatan pembinaan napi untuk mengisi hari-hari di dalam Lapas dengan pelatihan-pelatihan keterampilan kerja sebagai bekal kemampuan untuk mencari nafkah kelak bila nantinya selesai dari masa hukumannya.
• Sarana Ibadah
Sebagai sarana mental spiritual di dalam Lapas, tersedia bangunan-bangunan ibadah yang disesuaikan dengan statistik rata-rata agama yang dianut napi. Mesjid yang ada dapat menampung 400 orang yang juga tersedia pekarangan yang luas jika terjadi overload, juga terdapat gereja dan vihara.
• Dapur
Pelayanan persiapan ransum makan tiga kali sehari para napi membutuhkan ruang dapur yang cukup besar dengan 12 tungku besar yang dirancang khusus. Perencanaan utilitas dapur meliputi air bersih, saluran pembuangan, tangki minyak atas maupun yang tertanam yang diletakan pada ruang yang steril dan cukup aman.
• Sarana Utilitas
Sarana utilitas pendukung diantaranya, ruang genset (menyuplai listrik pada saat terjadi pemadaman listrik oleh PLN pada daerah vital seperti lampu-lampu sorot, lampu jalan, CCTV, lampu koridor dan pompa air), rumah pompa dan Insenerator/pengolahan sampah (sampah yang ada langsung dibakar di dalam tungku insenerator setiap harinya). Cadangan air pemadam kebakaran dibangun groundtank dan roof tank masing-masing gedung.
Di dalam Lapas Narkotika Jakarta ini terdapat sistem pembinaan yang mengatasi pasien napi korban narkotika. Di dalamnya terdapat ruang khusus bagi penderita sakau (sakit karena ketagihan atau gejala putus obat) yang dilengkapi dinding berlapis busa anti benturan. Yang membedakan antara Lapas Narkotika Jakarta dengan Lapas lainnya yaitu pada letak poliklinik yang berada satu gedung dengan bagian registrasi narapidana. Ini dimaksudkan agar pada saat narapidana yang baru masuk ke dalam Lapas ini langsung dicek kesehatannya sebelum masuk kedalam blok hunian, sehingga dapat mengantisipasi narapidana baru yang mempunyai penyakit menular dan dapat langsung dikarantina.
No comments:
Post a Comment